Selasa, 21 April 2015

SOFTSKILL BAB 4,5,6



TUGAS SOFTSKILL






NAMA                    : JESSICA WIJAYA
NPM                       : 24213636
KELAS                   : 2EB24



BAB IV
HUKUM PERIKATAN
Hukum perikatan yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki arti yang lebih luas  daripada perjanjian. Hal ini disebabkan karena hukum perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan “zaakwaarneming”.
Berikut ini merupakan definisi hukum perikatan menurut para ahli :
1.         Hukum perikatan menurut Pitlo adalah “suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.
2.         Hukum perikatan menurut  Hofmann adalah “suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu".
3.         Hukum perikatan menurut Subekti adalah "Suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu".
Sementara pengertian hukum perikatan yang umum digunakan dalam ilmu hukum adalah: “Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan prestasi”.
B. Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP terdapat 3 sumber, yakni :
1.         Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.         Perikatan yang timbul dari undang-undang
3.         Perkatan terjadi bukan perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
 Sumber perikatan berdasarkan Undang-undang, yaitu :
1.         Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan lahir karena persutujuan atau karena undang-undang. perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.         Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.         Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai perbuatan orang
C. Unsur-Unsur dalam Hukum Perikatan
Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan diatas maka dapat jelaskan lebih lanjut mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam hukum perikatan atau terjadinya sebuah perikatan, sebagai berikut:
           Unsur hubungan hukum dalam hukum perikatan
Yang dimaksud dengan unsur hubungan hukum dalam hukum perikatan adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu pihak dan pada pihak lainnya  melekat kewajiban. Hubungan hukum dalam hukum perikatan merupakan hubungan yang diakui dan diatur oleh hukum itu sendiri. Tentu saja antara hubungan hukum dan  hubungan sosial lainnya dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengertian yang berbeda, oleh karena hubungan hukum juga memiliki akibat hukum apabila dilakukan pengingkaran terhadapnya.
           Unsur kekayaan dalam hukum perikatan
Yang dimaksud dengan unsur kekayaan dalam hukum perikatan adalah kekayaan yang dimiliki oleh salah satu atau para pihak dalam sebuah perikatan. Hukum perikatan  itu sendiri merupakan bagian dari hukum harta kekayaan atau vermogensrecht dimana bagian lain dari hukum harta kekayaan  kita kenal dengan hukum benda.
           Unsur pihak-pihak dalam hukum perikatan
Yang dimaksud dengan unsur pihak-pihak dalam hukum perikatan adalah pihak kreditur dan pihak debitur yang memiliki hubungan hukum. Pihak-pihak tersebut dalam hukum perikatan disebut sebagai subyek perikatan.
           Unsur obyek hukum atau prestasi dalam hukum perikatan
Yang dimaksud dengan unsur obyek hukum atau prestasi dalam hukum perikatan adalah adanya obyek hukum atau prestasi yang diperikatkan sehingga melahirkan hubungan hukum. Dalam pasal 1234 KUH Perdata disebutkan bahwa wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.
           Unsur Schuld dan Unsur Haftung dalam Hukum Perikatan
Yang dimaksud dengan unsur schuld dalam hukum perikatan adalah adanya hutang debitur kepada kreditur. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur haftung dalam hukum perikatan adalah harta kekayaan yang dimiliki oleh debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan hutang debitur.
D. Sistem Hukum Perikatan
Sistem hukum perikatan bersifat terbuka. Artinya, setiap perikatan memberikan kemungkinan bagi setiap orang untuk mengadakan berbagai bentuk perjanjian, seperti yang telah diatur dalam Undang-undang, serta peraturan khusus atau peraturan baru yang belum ada kepastian dan ketentuannya. Misalnya perjanjian sewa rumah, sewa tanah, dan sebagainya.
E. Sifat Hukum Perikatan
Hukum perikatan merupakan hukum pelengkap, konsensuil, dan obligatoir.Bersifat sebagai hukum pelengkap artinya jika para pihak membuat ketentuan masing–masing, setiap pihak dapat mengesampingkan peraturan dalam Undang–undang.Hukum perikatan bersifat konsensuil artinya ketika kata sepakat telah dicapai oleh masing-masing pihak, perjanjian tersebut bersifat mengikat dan dapat dipenuhi dengan tanggung jawab. Sementara itu, obligatoir berarti setiap perjanjian yang telah disepakati bersifat wajib dipenuhi dan hak milik akan berpindah setelah dilakukan penyerahan kepada tiap – tiap pihak yang telah bersepakat.
F. Macam – macam Hukum Perikatan
Berikut ini meruapkan beberapa jenis hukum perikatan
1.         Perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada syarat tertentu.
2.         Perikatan dengan ketetapan waktu, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada waktu tertentu atau dengan peristiwa tertentu yang pasti terjadi.
3.         Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng, yaitu para pihak dalam perjanjian terdiri dari satu orang pihak yang satu dan satu orang pihak yang lain. Akan tetapi, sering terjadi salah satu pihak atau kerdua belah pihak terdiri dari lebih dari satu orang.



G. Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1.         Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2.         Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Adapun syarat-syarat dari sah-nya suatu perjanjian, yakni:
           Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
           Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
           Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
           Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum








BAB  V

HUKUM PERJANJIAN
A. PERJANJIAN PADA UMUMNYA
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.   Perjanjian adalah sumber perikatan.
A.1.     Azas-azas Hukum Perjanjian
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
1.      Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
1.      Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas  dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
A.2.  Syarat Sahnya Perjanjian
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.
1.      Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian  harus cakap menurut hukum,  serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.
Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang  oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap.  Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni:
–          Orang yang belum dewasa.
Mengenai kedewasaan Undang-undang menentukan sebagai berikut:
(i)           Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.
(ii)          Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan (“Undang-undang Perkawinan”): Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun.
–          Mereka yang berada di bawah pengampuan.
–          Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).
–          Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
1.      Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu.
1.      Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian  haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan  ketertiban
Syarat No.1 dan No.2 disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan  syarat No.3 dan No.4 disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.
Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut.
Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
A.3.    Kelalaian/Wanprestasi
Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu:
1.      Tidak melaksanakan isi perjanjian.
2.      Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3.      Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
4.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

BAB VI
HUKUM DAGANG
Sebelum kita membahas mengenai hukum perdagangan ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu pengertian dari perdagangan itu sendiri.
Perdagangan atau perniagaan dalam arti umum ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.
Berikut ini merupakan berbagai pengertian hukum dagang yang dikemukakan oleh para ahli hukum yakni :
1.      Achmad Ichsan mengemukakan:
“Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.”
2.      R. Soekardono mengemukakan:
”Hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan yang diatur dalam buku III Burgerlijke Wetboek (BW) dengan kata lain, hum dagang adalah himpunan peraturan peraturan yang mengatur seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPdt. Hukum dagang dapat pula dirumuskan adalah serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan.”
3.      Fockema Andreae mengemukakan:
“Hukum dagang (Handelsrecht) adalah keseluruhan dari atuaran hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan. Di Belanda hukum dagang dan hukum perdata dijadikan satu buku, yaitu Buku II dalam BW baru Belanda.”
4.      H.M.N. Purwosutjipto mengemukakan:
“Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.”
5.      Sri Redjeki Hartono mengemukakan:
“Hukum dagang dalam pemahaman konvensional merupakan bagian dari bidang hukum perdata atau dengan perikatan lain selain disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian luas, termaksud hukum dagang merupakan bagian-bagian asas-asas hukum perdata pada umumnya.”
6.      M. N. Tirtaamidjaja mengemukakan:
“Hukum perniagaan adalah hukum yang mengatur tingkah laku orang-orang yang turut melkukan perniagaan. Sedangkan perniagaan adalahpemberian perantaraan antara produsen dan konsumen; membeli dan menjual dan membuat perjanjian yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjulan itu. Sekalipun sumber utama hukum perniagaan adalah KUHD akan tetapi tidak bisa dilepaskan dari KUHPdt
7.      KRMT. Titodiningrat mengemukakan:
“Hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata yang mempunyai atuaran-aturan mengenai hubungan berdasarkan ats perusahaan. Peraturan-peraturan mengenai perusahaan tidak hanya dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) melainkan juga berupa Undang-Undang di luarnya. KUHD dapat disebut sebagai perluasan KUHPdt.”
Dari berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan.
Hukum dagang adalah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).
Ada beberapa macam pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen :
1.      Pekerjaan orang-orang perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
2.      Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), seperti perseroan terbatas (PT), perseroan firma (VOF=Fa) Perseroan Komanditer, dsb yang tujuannya guna memajukan perdagangan.
3.      Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga baik didarat, laut maupun udara.
4.      Pertanggungan (asuransi)yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
5.      Perantaraan Bankir untuk membelanjakan perdagangan.
6.      Mempergunakan surat perniagaan (Wesel/ Cek) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit.

Pada pokoknya Perdagangan mempunyai tugas untuk :
1.      Membawa/ memindahkan barang-barang dari tempat yang berlebihan (surplus) ke tempat yang berkekurangan (minus).
2.      Memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen.
3.      Menimbun dan menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam bahaya kekurangan.

Pembagian jenis perdagangan, yaitu :
1.      Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang.
a.        Perdagangan mengumpulkan (Produsen – tengkulak – pedagang besar –  eksportir)
b.      Perdagangan menyebutkan (Importir – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen)
2.      Menurut jenis barang yang diperdagangkan
a.       Perdagangan barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)
b.      Perdagangan buku, musik dan kesenian.
c.       Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)
3.       Menurut daerah, tempat perdagangan dilakukan
a.       Perdagangan dalam negeri.
b.      Perdagangan luar negeri (perdagangan internasional), meliputi : – Perdagangan Ekspor – Perdagangan Impor c. Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1.      Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
a.       Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b.      Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2.      Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya seperti :
1.      Persetujuan jual beli (contract of sale)
2.      Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)
3.      Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)
Hukum dagang selain di atur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturan-peraturan khusus (yang belum di koodifikasikan) seperti :
1.      Peraturan tentang koperasi
2.      Peraturan pailisemen
3.      Undang-undang oktroi
4.      Peraturan lalu lintas
5.      Peraturan maskapai andil Indonesia
6.      Peraturan tentang perusahaan Negara
DAFTAR PUSTAKA











Sabtu, 28 Maret 2015


TUGAS SOFTSKILL




NAMA            : JESSICA WIJAYA
NPM               : 24213636
KELAS           : 2EB24





BAB I
PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting  dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan,  Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
TUJUAN HUKUM
Tujuan hukum mempunyai  sifat universal seperti  ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum  maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.
Sumber-sumber hukum

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di langgar mengakitbatkan sanksi tegas dan nyata.
Hakekatnya: tempat menemukan dan menggali hukum
arti sumber hukum:
1.      Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan permulaan hukum.
2.      Menunjukkan hukum terdahulu menjadi/memberi bahan hukum yang kemudian.
3.      Sumber berlakunya yang memberikekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum.
4.      Sumber dari mana kita dapat mengenal hukum.
5.      Sumber terjadinya hukum. Sumber yang menimbulkan hukum.
 Sumber hukum ada 2 yaitu:
1.      Suber hukum materiil: tempat dari mana materi hukum di ambil, jadi merupakan faktor pembantu permbertukan hukum, dapat di tinjau dari berbagai sudut.
2.      Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
1)      UU (statute)
2)      Kebiasaan (custom)
3)      Keputusan hakim (jurisprudentie)
4)      Trakta
5)      Pendapat sarjana hukum (doktrin)
UU adalah perturan negara yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang diadakan dan di pelihara oleh negara.

KONDIFIKASI HUKUM
Kodifikasi Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:
a). Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan.
b). Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).

* Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap

* Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
a. Kepastian hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hukum

*Contoh kodifikasi hukum:
Di Eropa :
a. Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565.
b. Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604.

Di Indonesia :
a. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
d. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)

Aliran-aliran (praktek) hukum setelah adanya kodifikasi hukum
1. Aliran Legisme, yang berpendapat bahwa hukum adalah undang-undang dan diluar undang-undang tidak ada hukum.
2. Aliran Freie Rechslehre, yang berpenapat bahwa hukum terdapat di dalam masyarakat.
3. Aliran Rechsvinding adalah aliran diantara aliran Legisme dan aliran Freie Rechtslehre. Aliran Rechtsvinding berpendapat  bahwa hukum terdapat dalam undang-undang yang diselaraskan dengan hukum yang ada di dalam masyarakat.

NORMA HUKUM
Norma hukum adalah aturan-aturan yang dibuat oleh negara atau alat-alat perlengkapannya dan berlakunya dapat dipaksakan oleh alat-alat kekuasaan negara (polisi, jaksa, hakim).

Ciri-ciri norma hukum:
a.    Adanya perintah dan atau larangan.
b.    Perintah dan atau larangan itu harus ditaati oleh setiap orang tanpa kecuali.

Dari pengertian dan ciri-ciri norma hukum tersebut dapat disimpulkan unsur-unsur norma hukum sebagai berikut:
a.    Adanya aturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan hidup manusia.
b.    Aturan tersebut dibuat oleh badan-badan resmi negara.
c.    Aturan itu bersifat memaksa.
d.    Adanya sanksi yang tegas dan memaksa.

Pengelompokkan norma hukum
a.    Ditinjau dari segi hubungan yang diatur
1.    hukum publik: mengatur hubungan antara negara dan warga negara (HTN, HTUN, Hukum Pidana)
2.    hukum privat: mengatur hubungan antar warga negara (Hukum Perdata dan Hukum Dagang).

b.    Ditinjau dari segi isi aturannya
1.    hukum material: berisi aturan tentang suatu perbuatan dan sanksinya atau konsekuensinya. Contoh: KUHP, KUH Perdata
2.    hukum formal: berisi aturan tentang cara penerapan hukum material. Contoh: KUHAP, KUHA Perdata

c.    Ditinjau dari segi ruang lingkup berlakunya
1.    hukum nasional: berlaku dalam batas teritorial suatu negara. Contoh: Hukum Perdata, Hukum Tata Negara, dll
2.    hukum internasional: berlakunya tidak dibatasi oleh batas teritorial negara tertentu. Contoh: Hukum Perdata Internasional

d.    Ditinjau dari segi saat berlakunya
1.    hukum constitutum (hukum positif). Hukum yang berlaku sekarang, bagi masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Hukum constitutum (hukum positif) ini ada ahli hukum yang menamakannya sebagai “tata hukum”
2.    hukum constituendum. Hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang
3.    hukum asasi (hukum alam). Hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.

PENGERTIAN EKONOMI DAN HUKUM EKONOMI
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Selain itu Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Aspek Lain dari Hukum Ekonomi
Aspek dalam hukum ekonomi adalah semua yang berpengaruh dalam kegiatan ekonomi antara lain adalah pelaku dari kegiatan ekonomi yang jelas mempengaruhi kejadian dalam ekonomi, komoditas ekonomi yang menjadi awal dari sebuah kegiatan ekonomi, kemudian aspek-aspek lain yang mempengaruhi hukum ekonomi itu sendiri seperti contoh yang ada di atas, yaitu kurs mata uang, aspek lain yang berhubungan seperti politik dan aspek lain dalam hubungan ekonimi yang sangat kompleks. Selain aspek dalam hukum ekonomi ada juga norma dalam hukum ekonomi yang juga sudah digambarkan dalam berbagai contoh yang sudah disebutkan di atas, dimana jika suatu aspek ekonomi itu mengalami suatu kejadian yang menjadi sebab maka norma ekonomi itu berlaku untuk menjadikan bagaimana suatu sebab mempengaruhi kejadian lain yang menjadi akibat dari kejadian pada sebab tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ekonomi adalah aturan-aturan yang berlaku dalam hukum ekonomi tersebut.







BAB II
1. Subjek Hukum

Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :

1. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.

2. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.

2. Objek Hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).:
1.    Benda Bergerak
Adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud.
2.    Benda Tidak Bergerak
Adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik/lagu.

Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum : - Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai
                                                        dengan uang)
                                                      - Benda tersebut bisa dipindahtangankan
                                                         haknya pada pihak lain
2. Jamian yang bersifat khusus:  - Gadai
                                                     - Hipotik
                                                     - Hak Tanggungan
                                                     - Fidusia















BAB III
HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku di Indonesia. Hukum perdata di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt), yang didalam bahasa aslinya disebut dengan Burgenjik Wetboek. Burgenjik Wetboek ini berlaku di Hindia Belanda dulu.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi hukum perdata barat dan hukum perdata nasional. Hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang diciptakan olehh pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat.
Adapun kriteria hukum perdata yang dikatakan nasional yaitu :
a.       Berasal dari hukum perdata Indonesia
b.      Berdasarkan sistem nila budaya
c.       Produk hukum pembentukan Undang-undang Indonesia
d.      Berlaku untuk semua warga negara Indonesia
e.      Berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia

Sejarah Singkat Hukum Perdata

Dilihat dari sejarahnya hukum perdata yang berlaku di Indonesia terkait dengan hukum perdata bangsa Eropa.
Berawal dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental yang menggunakan Hukum Perdata Romawi sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, tapi selain itu juga memberlakukan Hukum Tertulis dan Hukum Kebiasaan Setempat, oleh karena itu hukum di Eropa tidak berjalan sebagai mana mestinya, karena tiap-tiap daerah memiliki peraturannya masing-masing.
Karena hukum tidak seragam dan berlaku sesuai dengan daerah masing-masing maka pada tahun 1804 Napoleon menghimpun satu kumpulan peraturan dibagi menjadi dua kodifikasi yang pertama bernama “Code Civil des Francais” yang juga disebut “Code Napoleon” dan yang kedua tentang peraturan-peraturan yang belum ada di Jaman Romawi anatara lain masalah asuransi, wessel, badan hukum dan perdagangan yang akhirnya dibuat kitab undang-undang hukum tersendiri dengan nama “Code de Commerce”
Sewaktu Bangsa Perancis menjajah Bangsa Belanda (1809-1811), Raja Lodewijk Napoleon menetapkan “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland)
Setelah penjajahan berakhir pada tahun 1811 dan Belanda dinyatakan bersatu dengan Perancis, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda sampai 24 tahun kemerdekaannya.
Untuk selanjutnya Belanda mulai memikirkan dan membuat kodifikasi dari Hukum Perdatanya sendiri. Pada tahun 1814.Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh .J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper  namun sayangnya kemper meninggal dunia di tahun 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Akhirnya hukum tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandle (WVK), keduanya adalah produk nasional asli negara Belanda namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan code Civil des Francais dan Code de Cmmerce.
Sebagaimana di kutip dalam sejarah, bahwa Indonesia pernah di jajah Belanda sampai 2,5 abad lamanya sehingga hal tersebut mempengaruhi hukum awal yang diberlakukan di Indonesia, sehingga sampai Indonesia merdeka hukum yang berlaku di Indonesia masih mengacu pada hukum yang pertama kali diterapkan oleh Belanda.
Dan pada tahun 1948 kedua kodifikasi tersebut di berlakukan di Indonesia berdasar azas koncordantie (azas politik hukum) yang sampai saat ini kita kenal dengan KUH Sipil (KUHP) atau Burgerlijk Wetboek (BW) dan KUH Dagang atau Wetboek van Koophandle (WVK)
Pengertian Hukum Perdata
Yang dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Perkataan hukum perdata dalam artian yang luas meliputi hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih beraneka ragam. Keaneka-ragaman tersebut dikarenakan karena Indonesia yang terdiri dari suku dan bangsa serta faktor yuridis yang membagi Indonesia menjadi 3 golongan  yakni golongan Indonesia asli berlakukan hukum adat, golongan eropa memberlakukan hukum barat dan hukum dagang, dan golongan timur asing memberlakukan hukum masing-masing dengan catatan timur asing.


Pengertian Hukum Perdata
Yang dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Perkataan hukum perdata dalam artian yang luas meliputi hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih beraneka ragam. Keaneka-ragaman tersebut dikarenakan karena Indonesia yang terdiri dari suku dan bangsa serta faktor yuridis yang membagi Indonesia menjadi 3 golongan  yakni golongan Indonesia asli berlakukan hukum adat, golongan eropa memberlakukan hukum barat dan hukum dagang, dan golongan timur asing memberlakukan hukum masing-masing dengan catatan timur asing.

SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DI INDONESIA
a.       Sistematika hukum perdata dalam Burgenjik Wetboek (BW) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt)
Sistematika hukum perdata dalam Burgenjik Wetboek (BW) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt)  terdiri dari empat buku sebagai berikut :
·         Buku I yang berjudul “Perihal Orang” ‘van persoonen’ memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan
·         Buku II yang berjudul “Perihal Benda” ‘van zaken’, memuat hukum benda dan hukum waris
·         Buku III yang berjudul “Perihal Perikatan” ‘van verbinennisen’, memuat hukum harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
·         Buku IV yang berjudul Perihal Pembuktian Dan Kadaluwarsa” ‘van bewjis en verjaring’, memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum
b.      Sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan
Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
·         Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonrecht) yang antara lain mengatur tentang orang sebagai subjek hukum dan orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
·         Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain tentang perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta kekayaan suami dan istri. Kemudian mengenai hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijik macht), perwalian (yongdij), dan pengampunan (curatele)
·         Hukum kekayaan atau hukum harta kekayaan (vernogenscrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta ini meliputi hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang dan hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau suatu pihak tertentu saja.
·         Hukum waris (etfrecht) mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat) hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.

















DAFTAR PUSTAKA