Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaanadalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitasdan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya
Teori Triple Bottom Line
Dewasa ini konsep CSR semakin berkembang, dan
dengan berkembangnya konsep CSR tersebut maka banyak teori yang muncul yang
diungkapkan mengenai CSR ini. Salah satu yang terkenal adalah teori triple bottom
line dimana teori ini memberi pandangan bahwa jika sebuah perusahaan ingin
mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus
memperhatikan “3P”. Selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus
memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan
turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Yusuf
wibisono, 2007).
a. Profit (Keuntungan)
Profit atau keuntungan menjadi tujuan utama
dan terpenting dalam setiap kegiatan usaha. Tidak heran bila fokus utama dari
seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit dan mendongkrak harga
saham setinggi-tingginya. karena inilah bentuk tanggung jawab ekonomi yang
paling esensial terhadap pemegang saham. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk
mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan
efiisensi biaya.Peningkatan produktivitas bisa diperoleh dengan memperbaiki
manajemen kerja mulai penyederhanaan proses, mengurangi aktivitas yang tidak
efisien, menghemat waktu proses dan pelayanan. Sedangkan efisiensi biaya dapat
tercapai jika perusahaan menggunakan material sehemat mungkin dan memangkas
biaya serendah mungkin (Yusuf wibisono, 2007).
b. People (Masyarakat Pemangku Kepentingan)
People atau masyarakat merupakan stakeholders
yang sangat penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sangat
diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan.
Maka dari itu perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya
kepada masyarakat. Dan perlu juga disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi
memberi dampak kepada masyarakat. Karena itu perusahaan perlu untuk melakukan
berbagai kegiatan yang dapat menyentuh kebutuhan masyarakat (Yusuf wibisono,
2007).
c. Planet (Lingkungan)
Planet atau Lingkungan adalah sesuatu yang
terkait dengan seluruh bidang dalam kehidupan manusia. Karena semua kegiatan
yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk hidup selalu berkaitan dengan
lingkungan misalnya air yang diminum, udara yang dihirup dan seluruh peralatan
yang digunakan, semuanya berasal dari lingkungan. Namun sebagaian besar dari
manusia masih kurang peduli terhadap lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan
karena tidak ada keuntungan langsung yang bisa diambil didalamnya.
Karena keuntungan merupakan inti dari dunia
bisnis dan itu merupakan hal yang wajar. Maka, manusia sebagai pelaku industri
hanya mementingkan bagaimana menghasilkan uang sebanyak-banyaknya tanpa
melakukan upaya apapun untuk melestarikan lingkungan. Padahal dengan
melestarikan lingkungan, manusia justru akan memperoleh keuntungan yang lebih,
terutama dari sisi kesehatan, kenyamanan, di samping ketersediaan sumber daya
yang lebih terjamin kelangsungannya (Yusuf wibisono, 2007).
walaupun sadar akan pentingnya CSR, peusahaan
mengimplementasikan CSR dengan menggunakan metode yang berbeda-beda.
Implementasi yang dilakukan dengan menggunakan model charity atau pemberdayaan.
Perusahaan yang menggunakan model charity hanya berpatok sekadar menghabiskan
anggaran dan menafikkan kebutuhan masyarakat. Model charity mendapat kritikan
karena model tersebut hanya menjadi candu bagi masyarakat dan membuat
masyarakat tergantung serta tidak berdaya.
Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk
suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut.
Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun
sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya.
Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poinbalanced scorecard oleh Deming.
Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes[3] yang
menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan
lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang
mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan
kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang
menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR
diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan
global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject)
dalam ISO 26000 "Guidance
on Social Responsibility"—direncanakan terbit pada September 2010—akan
lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti
dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The Millenium Poll on
CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto),
Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London)
di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk
opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap
karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra
perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan
mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental
seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau
manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap
perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum"
(40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan
dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Secara umum, alasan terkait bisnis untuk
melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah
ini:
Sumberdaya
manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga
kerja dan mempekerjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat
dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan [5],
terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan
terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan,
terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang
memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan
komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik
calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga
digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf,
terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka
percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya
"penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun
kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.
Manajemen risiko
Manajemen risiko merupakan
salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi yang
dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap
melalui insiden seperti skandal korupsi atau
tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup.
Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan
dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya
kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar", baik itu terkait
dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan—yang semuanya
merupakan komponen CSR—pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya
hal-hal negatif tersebut..
Membedakan merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan
berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat
membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan
untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika
perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat.. Menurut Philip
Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa
mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social
marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM).
Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu—biasanya yang terkait
dengan produknya—yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya
melalui media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu
tersebut, maka lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut
sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari
masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan
pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung.
Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu
memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil
penjualan produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa
pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau
keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi
pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk
tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang
bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih
banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang
peduli pada isu tertentu.
Izin usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari
gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau
peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka
mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat
serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau
lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi.
Perusahaan yang membuka usaha di luar negara asalnya dapat memastikan bahwa
mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan
memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup,
sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya
yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.
Motif
perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan
yang, pada akhirnya, bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada
kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk
mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama
perseroan.
Dalam Tekla (2014) pengungkapan CSR
(Corporate Social Responsibility) atau disebut juga dengan tanggung jawab
sosial merupakan pengungkapan informasi CSR yang terdapat pada laporan tahunan
perusahaan. Instrumen pengungkapan Corporate Social Responsibility menggunakan suatu
daftar pengungkapan tanggung jawab sosial yang dijabarkan ke dalam 78 item
pengungkapan yang telah disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia sesuai
dengan peraturan yang berlaku. 78 item tersebut dikelompokkan kedalam 7
kategori antara lain lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga
kerja, lain-lain tentang tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan
umum.
Perhitungan untuk pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan adalah Pendekatan untuk menghitung
pengungkapan tanggung jawab sosial pada dasarnya menggunakan pendekatan
dikotomi dengan menggunakan variabel dummy, yaitu:
Score
0 : jika
perusahaan tidak mengungkapkan item pada daftar pertanyaan.
Score
1 : jika
perusahaan mengungkapkan item pada daftar pertanyaan.
Nurdizal M. Rachman. Asep Efendi.
& Emir Wicaksana. 2011. PANDUAN Perencanaan CSR. Depok: Penerbit Swadaya.
http://pustakabakul.blogspot.co.id/2013/04/teori-triple-bottom-line.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar